4. Masuk Kabinet = Tunduk pada Oligarki
Anggapan bahwa masuk kabinet berarti tunduk pada oligarki adalah pandangan yang terlalu simplistis. Oligarki ada di hampir setiap negara di dunia, dan yang penting bukanlah keberadaan oligarki itu sendiri, melainkan bagaimana pemerintah mengelola hubungan dengan para pengusaha besar.
Dalam sejarahnya, PKS telah menunjukkan bahwa mereka tidak selalu tunduk pada kepentingan oligarki, baik saat berada dalam pemerintahan SBY maupun dalam pemerintahan daerah yang dipimpin oleh kader PKS.
5. Berkoalisi dengan KIM = Tidak Tahan Menjadi Oposisi
Menjadi oposisi atau koalisi bukanlah soal daya tahan, melainkan soal strategi perjuangan politik. PKS telah lama berjuang sebagai oposisi, namun hasil yang dicapai sering kali tidak maksimal.
Dengan berkoalisi, PKS berharap dapat memperjuangkan kepentingan rakyat dengan lebih efektif, karena memiliki akses langsung terhadap kekuasaan eksekutif.
6. PKS Jualan Agama = PKS Munafik
PKS memang partai dakwah yang lahir dari gerakan dakwah, dan karenanya mereka selalu membawa pesan-pesan agama dalam aktivitas politiknya. Namun, menyebut PKS sebagai partai munafik karena ini adalah pandangan yang tidak berdasar.
7. Menerima Jatah Menteri = Tidak Tahan Godaan Koalisi
Politik memang selalu melibatkan pembagian kekuasaan, dan menerima jatah menteri adalah hal yang wajar dalam konteks ini.
Penting untuk diingat bahwa PKS telah menolak tawaran posisi menteri dari Jokowi pada masa lalu. Jika sekarang mereka menerima tawaran dari Prabowo, itu lebih merupakan konsekuensi logis dari aliansi politik yang telah lama terjalin.
8. Kekuasaan adalah Kunci untuk Berkontribusi
Prestasi menteri-menteri dari PKS dalam pemerintahan sebelumnya menunjukkan bahwa dengan memegang kekuasaan, PKS mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Keberhasilan ini hanya dapat dicapai jika PKS memiliki akses terhadap kekuasaan eksekutif, dan inilah alasan mengapa kekuasaan tetap menjadi faktor penting dalam perjuangan politik PKS.
Kesimpulan PKS adalah partai yang dinamis, dan keputusan-keputusan yang mereka ambil selalu didasarkan pada perhitungan politik yang matang.
Kritik dan pengawasan publik memang diperlukan, namun sebaiknya kritik tersebut didasarkan pada pemahaman yang benar dan bukan pada asumsi atau misinformasi.
Dengan demikian, kita dapat mendorong dialog politik yang lebih sehat dan konstruktif di Indonesia.
DPP PKS Bidang Humas